karena tanggal yang sama 66 tahun lalu indonesia memasuki
babak baru yaitu dibacakannya proklamasi kemerdekaan sebagai
tanda bangsa indonesia lepas dari kunkungan penjajah.
Angka 17, dan 26 atau 66 keduanya punya nilai sakral dari
segi misteri, dan paradoks angka 17 bernada kebebasan sebaliknya
angka 66 atau 26 bisa berarti belitan bencana.
Kembalinya Nazaruddin banyak dimaknai sebagai jalan untuk
membebaskan bangsa ini dari jerat korupsi.
Tapi pemikiran seperti itu sangat prematur untuk diambil,
terlebih kejanggalan proses tertangkapnya Nazar di negara
seperti kolombia.
Negara kolombia negeri Pablo Escobar kurang lebih sama dengan
negara-negara amerika latin lainnya seperti meksiko, brasil,
argentina dll. negara bersifat liberal kapitalis dan sangat
terpengaruh oleh freemasonry, sekte yahudi yang sedang populer
diseluruh dunia termasuk indonesia,dimana uang sangat didewakan,
dengan kata lain itu bisa jadi negara surga bagi orang seperti Nazaruddin,
Negara Amerika latin beriklim tropis tidak heran dijadikan tempat
pelarian para buronan dari seluruh dunia, di negeri seperti itu
cukup uang 100 ribu dollar maka indentitas satu set dengan operasi
plastik bisa didapatkan dengan mudah, jadi pulangnya Nazarudin ke-
tanah air itu suatu keajaiban, dan itu mustahil terjadi bila tanpa
ada deal-deal antara pemerintah(g to g), minimal punya konektifitas
kuat dengan Amerika(AS) maka hal itu mungkin terjadi,.. dengan kata
lain kasus Nazaruddin masuk dalam bayang-bayang pemerintahan korup
indonesia sekarang. dan itu indikasi kuat tidak akan ada penegakan
hukum atas kasus Nazaruddin selain skenario busuk mengorbankan pihak
lain atau pencarian kambing hitam,dan sama sekali jauh dari keinginan
banyak orang bahwa kasus Nazaruddin jadi jalan masuk untuk bersih-bersih
membongkar kasus korupsi secara total di Indonesia.
Kita sedang terbuai dengan politik santun yang dimainkan eksekutif,
kita terbawa atau bahkan hanyut permainan politik santun mirip politik
darah biru yang dijalankan jaman soeharto dulu sehingga orang tertipu
bahkan masih tetap ewu pakewuh dg politik atau topeng santun seperti itu,
padahal cuma revolusi atau gaya kurang ajar jalan untuk bisa keluar dari
hipnotis politik santun yang sedang dimainankan penyelenggara negara.
Kita betul-betul mudah tertipu, seperti keledai yg jatuh berkali-kali
dilubang yang sama.
Alasan tidak akan intervensi lembaga lain dalam pemerintahan itu omong
kosong, pucuk pimpinan pemerintahan tetap berada pada dua titik itu
tidak intervensi = intervensi, dan ini dikenal dengan politik pembiaran.
Kalau seorang pemimpin mengatakan tidak akan intervensi itu bermakna lain,
"hai kalian jangan coba-coba intervensi atau ganggu aku karena aku sudah
tidak mengintervensi kalian".
Seorang polisi membiarkan perkelahian di depan mata itu bisa berarti
ingin menyaksikan kemenangan satu pihak atau tidak kedua-duanya sampai
keduanya lelah, sama lelahnya kita rakyat indonesia menunggu hasil kasus
bank century dan hasil akhirnyanya mengambang atau tidak perna ada.
Jadi selain politik santun, politik lain dijalankan pemerintahan sekarang
adalah politik pembiaran, dan hasil kemenangan dimiliki pemerintah yaitu
berupa klaim statistik atau indikator pertumbuhan ekonomi dll. terlepas
indikator itu rekayasa tipu-tipu, jadi cukup dg dua politik itu maka
siapapun bisa menjadi presiden di negeri ini, cukup pasang badan, dan
waspada untuk melihat peluang untuk pencitraan, dan sama sekali boleh
untuk tetap malas-malasan di istana.
Kalau RAPBN 2012 katanya berpihak pada rakyat miskin itu sudah pasti bohong
karena utk sektor industri, ekonomi dll alokasinya jauh lebih kecil dari
anggaran Pertahanan, dan itu berarti berusaha menaikkan gaji tentara atau
yang berhubungan dg keamanan, atau itu bisa dikatakan semacam suap supaya
unsur tentara jangan ngamuk untuk segala yang dilakukan, karena gaji atau
anggaran sudah dinaikkan.
but keep smile :)
dont worry b happy :)
hppy b-day indonesiaku tetaplah tersenyum dalam tangismu
biar rakyat bisa sabar menunggu saat kenyangnya para koruptor
yang menghentikan kerakusan mereka dengan sendirinya. Mungkinkah?